Masjid Al Makmur Laweyan, Solo, dari berdiri sehari sebelum negeri ini memproklamirkan kemerdekaan nya hingga kini, belum pernah dipakai untuk shalat Jum'at. Foto. Nindya.
----------------------------------------------------Gugat86.com. Surakarta. Masjid Al Makmur yang ada di Kampung Batik Laweyan ini, sepertinya unik. Pasalnya, dari mulai di bangun pada jaman pendudukan Jepang, 1942 hingga selesai dibangun dan diresmikan oleh para Kyai asal Jogjakarta dan Surakarta pada 16 Agustus 1945, sama sekali belum pernah dipakai untuk salat Jumat, sampai sekarang ini.
Bukannya tidak memenuhi persyaratan untuk dipergunakan berjamaah Shalat Jumat, semua terpenuhi. Ruang mimbar khutbah Jum'at, ruang menampung jamaah, lebih dari 40 orang. Bahkan ratusan mampu ditampung masjid yang memiliki luas tanah tidak kurang dari 500 M2 itu. Kurang apalagi? Strategis berada di pinggir jalan raya kampung batik Laweyan.
Bukannya semua itu yang menjadi alasannya, melainkan adanya masjid yang lebih dulu ada. Bahkan merupakan masjid tertua di Kota Solo. Masjid Laweyan, dibangun semasa jaman keemasan Kerajaan Pajang, 600 tahun lalu. "Jarak Masjid Al Makmur dengan Masjid Laweyan paling hanya 100 meter. Untuk menghormati Masjid Laweyan, sepakat para kyai Kyai saat itu tidak mau menggelar Jumatan di Al Makmur. Agar jamaah memenuhi di Masjid Laweyan. Sampai saat ini," terang Muhammad Najib, pengurus Masjid Al Makmur.
Ditambahkan Muhammad Najib, masjid yang tanahnya di beli oleh Kakek nya, Masruri Bin Sulaiman dari Mbah Doel Latif itu memang ornamen bangunan perpaduan antara bangunan Arab-Jawa. Sepulang dari ibadah haji, Masruri mengumpulkan gambar gambar Masjid Arab dan Jawa. Hasilnya, kini berdiri megah Masjid Al Makmur yang kesemuanya masih bangunan asli dari semula. Menara, mimbar, lantai jubin, ruang wudhu yang masih diambil airnya dengan tangan dan gayung.
Bukan hanya itu saja, toilet untuk pria dan wanitanya pun masih sederhana dan kuno. Ejaan kalimat yang tertulis di pintu masuk, bukan toilet atau kamar mandi. Melainkan masih ejaan lama. KOELAH dan KAKOES. Bukan wanita tetapi KEPOETREN. "Alhamdulillah... meskipun tidak dipakai Jumatan setiap saat dikumandangkan adzan, Al Makmur selalu ramai jamaahnya, meski di kampung Batik Laweyan ini banyak berdiri masjid dan surau," papar Kang Ibik, sapaan akrabnya Muhammad Najib, sambil tersenyum. ( Yan 1)
----------------------------------------------------Gugat86.com. Surakarta. Masjid Al Makmur yang ada di Kampung Batik Laweyan ini, sepertinya unik. Pasalnya, dari mulai di bangun pada jaman pendudukan Jepang, 1942 hingga selesai dibangun dan diresmikan oleh para Kyai asal Jogjakarta dan Surakarta pada 16 Agustus 1945, sama sekali belum pernah dipakai untuk salat Jumat, sampai sekarang ini.
Bukannya tidak memenuhi persyaratan untuk dipergunakan berjamaah Shalat Jumat, semua terpenuhi. Ruang mimbar khutbah Jum'at, ruang menampung jamaah, lebih dari 40 orang. Bahkan ratusan mampu ditampung masjid yang memiliki luas tanah tidak kurang dari 500 M2 itu. Kurang apalagi? Strategis berada di pinggir jalan raya kampung batik Laweyan.
Bukannya semua itu yang menjadi alasannya, melainkan adanya masjid yang lebih dulu ada. Bahkan merupakan masjid tertua di Kota Solo. Masjid Laweyan, dibangun semasa jaman keemasan Kerajaan Pajang, 600 tahun lalu. "Jarak Masjid Al Makmur dengan Masjid Laweyan paling hanya 100 meter. Untuk menghormati Masjid Laweyan, sepakat para kyai Kyai saat itu tidak mau menggelar Jumatan di Al Makmur. Agar jamaah memenuhi di Masjid Laweyan. Sampai saat ini," terang Muhammad Najib, pengurus Masjid Al Makmur.
Ditambahkan Muhammad Najib, masjid yang tanahnya di beli oleh Kakek nya, Masruri Bin Sulaiman dari Mbah Doel Latif itu memang ornamen bangunan perpaduan antara bangunan Arab-Jawa. Sepulang dari ibadah haji, Masruri mengumpulkan gambar gambar Masjid Arab dan Jawa. Hasilnya, kini berdiri megah Masjid Al Makmur yang kesemuanya masih bangunan asli dari semula. Menara, mimbar, lantai jubin, ruang wudhu yang masih diambil airnya dengan tangan dan gayung.
Bukan hanya itu saja, toilet untuk pria dan wanitanya pun masih sederhana dan kuno. Ejaan kalimat yang tertulis di pintu masuk, bukan toilet atau kamar mandi. Melainkan masih ejaan lama. KOELAH dan KAKOES. Bukan wanita tetapi KEPOETREN. "Alhamdulillah... meskipun tidak dipakai Jumatan setiap saat dikumandangkan adzan, Al Makmur selalu ramai jamaahnya, meski di kampung Batik Laweyan ini banyak berdiri masjid dan surau," papar Kang Ibik, sapaan akrabnya Muhammad Najib, sambil tersenyum. ( Yan 1)
Thanks for reading Masjid Al Makmur Laweyan Belum Pernah Dipakai Shalat Jumat | Tags: Budaya
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »