---------------------------------------------------GUGAT86. Surakarta. Boleh jadi, kunjungan kedatangan Gibran Rakabuming Raka ke Ndalem Daryonegaran, cukup tepat. Mengapa demikian? Pasalnya, para pewaris rumah bersejarah ini banyak orang-orang pintarnya, sekaligus menjadi pejabat negara.
Ada Jendral Hoemardhani, yang saat itu menjadi orang penting di jaman pemerintahan Soeharto. Memiliki menantu seorang Gubernur Jakarta, Fauzi Bowo. Saat kedatangan Gibran, panggilan akrab Gibran Rakabuming Raka, ke Ndalem Daryonegaran, langsung disambut tokoh politik Golkar yang sangat senior, KP Kusraharjo.
Momentum peristiwa yang cukup bagus dengan kunjungan Gibran ke Ndalem Daryonegaran. Disini mulai nampak sosok kepemimpinan meski belum menjadi Walikota Surakarta, buktinya, Gibran mampu mempereratkan tali silaturahmi keturunan bangsawan dengan rakyat. Digelarnya acara Sarasehan Bersama Keluarga Difabel se Kota Solo di Ndalem Daryonegaran.
Sebagai bukti lagi merakyatnya Gibran, meski keringat mulai membasahi bajunya, begitu melihat kedatangan rombongan tamu penyandang difabel, adalah Slamet Widodo (50), penyandang disabilitas tuna daksa, langsung dihampiri Gibran. Bukan hanya itu saja, didoronglah kursi roda itu untuk masuk ke ruang aula ndalem Daryonegaran.
Pemandu acara sekaligus budayawan Solo, Heru Mataya, dalam kesempatan itu berharap sarasehan kali ini bisa menyerap masukkan dari kalangan difabel yang hadir. "Semua yang hadir disini adalah orang orang hebat! Kita semua bagian dari Solo, agar kita semua bisa melompat lebih tinggi lagi," papar Heru Mataya mengawali narasinya sebagai pembawa acara.
Gayung bersambut, adalah Pikat (60) langsung bersuara lantang menyuarakan aspirasinya, sebagai penyandang difabel minta konsekuensinya Perda pemerintah pada tahun 2008 yang memberikan hak haknya terhadap penyandang difabel. "Pada 2011 ada gerakan ideologi kenormalan, dipandang sama dengan non difabel. Ayo itu kita buktikan. Bahwa kita sama memiliki Solo, jangan dipandang berat sebelah," tegas Pikat yang disambut applaus meriah.
Tegar pun turut menyoroti akses bagi penyandang difabel Solo yang mulai terbatas. Gladag adalah merupakan jantung kota Surakarta, disana merupakan daerah kebanggaan bagi difabel untuk tujuan wisata sekaligus melepas lelah sambil menatap indahnya suasana Solo. Sayangnya kini telah berubah, jalan beraspal mulus telah diganti paving blok. "Selain berat mengayuh kursi rodanya, ban sering kempes dan cepat rusak," tandas Tegar yang juga mendapat dukungan dari masyarakat yang hadir.
Tidak ketinggalan Slamet (41) dari Perkumpulan Motor Difabel Indonesia (PMDI) menggunakan uneg-unegnya. "Mumpung di depan Calon Walikota Surakarta, Mas Gibran, nanti kalau Mas Gibran jadi Walikota Surakarta, mohon dibenahi tidak ramahnya pelayanan publik pada kaum difabel di Kalurahan dan kecamatan juga tempat lain, semacam mall dan pertokoan!" Tegas Slamet yang disambut riuh peserta sarasehan.
Belum cukup hanya disitu, Kembali Gibran diminta Dwi Hananto (48), penyandang tuna netra yang ada di Pajang, diberikan peluang pekerjaan massage, memijat di tempat kantor pemerintahan. " Mohon diberikan ruang tersendiri di pemerintahan atau juga mall dan pertokoan. Siap memijat bagi pejabat negara dan karyawan," ujar Dwi seraya menambahkan jika dia juga memiliki grup musik.
Menanggapi permintaan itu semua, Gibran pun menyatakan siap dan sanggup untuk menjalankan tugasnya jika nantinya memang terpilih sebagai walikota Solo. " Alhamdulillah....saya sudah mempunyai pemikiran pembangunan dengan melibatkan banyak pihak. Nguwongke uwong. Artinya, bukan hanya non difabel saja, melainkan penyandang difabel ya kita libatkan," janji Gibran yang lagi lagi disambut applaus meriah. # Mas Be Ge/ Yan1.
----------00000000---------
Thanks for reading Bersama Keluarga Difabel Gibran Gelar Acara Di Ndalem Daryonegaran | Tags: Politik
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »
