Eko Galgendu menerima cinderamata dari Ketua Mappilu PWI |
GUGAT86, Jakarta - Pandemi memang menjadi tantangan tersendiri bagi para pemimpin daerah yang terpilih. Sebab saat mereka tidak memiliki kemampuan lebih sebagai seorang pemimpin, maka bukan tidak mungkin keterpurukan akan dialami oleh daerah yang dipimpinnya.
Hal ini dibahas dalam sebuah diskusi yang digelar secara online oleh Masyarakat dan Pers Pemantau Pemilu (Mappilu) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), pada Kamis (26/11) siang. Dengan mengangkat tema ‘Pilkada 2020: Mencari Pemimpin Perubahan Penggerak Perekonomian’, dalam diskusi ini dihadirkan tokoh pengusaha serta pergerakan.
Atal S Depari, Ketua PWI Pusat dalam sambutan pembukanya mengatakan bahwa para kepala daerah yang terpilih haruslah bisa menjadi agen perubahan, yang bisa membangkitkan perekonomian di tengah pandemi.
Sementara salah satu tokoh pengusaha yang dihadirkan dalam diskusi itu, yakni Iwan Setiawan atau akrab disapa Iwan Loekminto menjabarkan bahwa butuh pemimpin yang multitalenta, untuk bisa lepas dari krisis pandemi. CEO PT Sritex inipun menceritakan bahwa perusahaannya juga sempat terpukul karena pandemi. Tapi saat itu dirinya dnegan cepat memutar otak, agar tidak sampai terjadi PHK massal.
“Hampir semua industri terdampak saat awal-awal pandemi. Kita tidak bisa jual keluar dan juga tidak bisa datangkan barang dari luar. Karena itulah akhirnya terpikir untuk membuat masker. Karena kebetulan saat itu harga masker sempat digoreng hingga keberadaannya sulit ditemukan. Dan kamipun mampu membuat hingga 50 juta pieces per bulan. sehingga bisa mencukupi kebutuhan masker di masyarakat. karena itulah untuk pemimpin ke depan, harusnya juga selalu mampu berpikir cepat dan inovatif. Agar bisa lepas dari krisis,” ungkapnya.
Iwan Loekminto CEO PT. Sritex saat memaparkan tentang kriteria pemimpin ideal |
Iwan juga menyoroti beberapa kelemahan para pemimpin di negeri ini yang menurutnya sebagai penyebab keterpurukan. Di antaranya adalah lunturnya nasionalisme dalam diri mereka, serta tetap mempertahankan budaya-budaya buruk di masyarakat.
“Banyak pemimpin kita yang tidak lagi memiliki jiwa nasionalisme, sehingga mereka akan acuh dengan situasi yang terjadi pada bangsa ini. Selain itu tetap dipeliharanya kultur-kultur buruk seperti korupsi, semakin membuat kondisi di masyarakat semakin memburuk. Dan inilah yang menyebabkan keterpurukan dan kita susah lepas dari krisis. Karena itu ke depannya kita semua berharap bisa mendapatkan pemimpin yang benar-benar memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dengan baik. Tentunya juga dengan dibekali jiwa nasionalisme yang kuat serta berani menghapus budaya-budaya korupsi,” lanjutnya.
Sementara pembicara yang lain adalah Ketua Umum Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI), Eko Sriyanto atau akrab disapa Eko Galgendu. Eko yang hadir langsung di kantor PWI Pusat ini menjelaskan bahwa panemi Covid-19 saat ini telah dijadikan sebagai komoditi bagi negara-negara di dunia untuk menjalankan peran siber. Dan dalam hal ini tentu ada peran media di dalamnya.
Melalui media inilah serangkaian propaganda dilakukan. Sehingga memicu terjadinya perang urat syaraf. Yang membuat masyarakat tidak lagi bisa berpikir jernih. Dan akhirnya memunculkan serangkaian kepanikan, yang memang menjadi tujuan utama dari propaganda itu.
Karena itulah Eko menyarankan kepada para calon pemimpin bangsa ini untuk menerapkan strategi membumi. Yakni strategi dengan mengedepankan kerakyatan dan kebudayaan.
Eko Galgendu saat memberikan paparannya |
“Dalam menghadapi kondisi saat ini, para pemimpin harus menerapkan strategi membumi. Di mana kerakyatan dan kebudayaan menjadi yang utama. Dengan begitu akan tercipta rekonsiliasi ekonomi, yang mampu memperkuat negara untuk mewujudkan tujuannya menjadi negara maju,” jelasnya.
Eko juga menyinggung soal filosofi Jawa yang pernah disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara yakni Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Yang menurutnya saat ini tidak benar-benar dijalankan oleh para pemimpin. Sehingga akhirnya berujung pada terjadinya keterpurukan.
Sebab menurut Eko, apa yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara itu sebenarnya sebuah petunjuk untuk kehidupan di masyarakat. Yang tentunya bila diterapkan dengan benar, maka akan tercipta sebuah tatanan sosial yang harmonis.
“Ing ngarsa sung tuladha maksudnya yang di depan memberi contoh. Dalam hal ini adalah pemimpin tertinggi. Lalu ing madya mangun karsa maksudnya yang di tengah saling mendukung. Dalam hal ini para kepala daerah ataupun lembaga-lembaga negara yang lain. Yang harusnya ikut mendukung dengan serangkaian program-program yang saling bersinergi. Dan yang ke tiga tut wuri handayani, maksudnya yang di belakang menguatkan. Dalam hal ini masyarakat akan bisa menguatkan dengan menjalankan serangkaian program yang ada. Sehingga secara keseluruhan bangsa akan menjadi kuat,” ungkap Eko.
Karena itu pula, di tengah situasi yang sedang kurang baik ini, Eko menarankan agar para pemimpin selalu waspada dengan memikirkan kondisi yang paling buruk. Dengan begitui mereka akan bisa melakukan serangkaian langkah antisipasi, agar lepas dari keterpurukan.
“Pemimpin yang ideal adalah yang memiliki 3c, yakni Cerdas, Cermat dan Cerdik. Yang mana dengan ketiga hal tersebut, maka dia bisa dengan mudah menyusun strategi terbaik, untuk melewati serangkaian krisis yang melanda,” pungkasnya. //Yan-1
Thanks for reading Mencari Pemimpin Yang Bisa Membawa Ke Perubahan | Tags: Peristiwa Politik Sosial
« Prev Post
Next Post »