Ki Jliteng Suparman
Bansos dan aneka skema bantuan untuk masyarakat dalam menghadapi pandemi itu semua ibarat sebatas obat pereda rasa sakit yang tidak akan pernah menghilangkan sumber penyakit.
Menghadapi problem besar pandemi dan krisis ekonomi negara mestinya bertindak sebagai dokter bedah spesialis yang kerja serius di ruang operasi untuk menemukan dan mengangkat sumber penyakit. Bukan seakan cuma petugas kesehatan yang merangkap agen obat-obatan hanya bermodal tensimeter sebagai daya tarik pelarisan jual obat analgesic.
Sekelas pemimpin atawa petinggi negara menghadapi persoalan besar mestinya menerapkan cara berpikir filosofis-konseptual, cara berpikir radikal, bukan analitis-pragmatis yang menjadi kompetensi kerja kelas dirjen ke bawah.
Negara sebenarnya sudah melengkapi diri dengan alat petunjuk untuk berpikir filosofis-konseptual, yakni konstitusi. Itulah mengapa rumusan kalimat-kalimat dalam konstitusi strukturnya sederhana, karena berisi pikiran-pikiran konseptual, bukan detail operasional.
Konsitusi ibarat pedang yang disiapkan untuk menghadapi musuh yakni persoalan-persoalan besar dan mendasar. Tinggal bagaimana kepiawaian tangan kepemimpinan atau pemerintahan memainkan pedang itu sehingga efektif membinasakan musuh.
Tetap waspada Corona masih ada
Ide-ide kreatif kepemimpinan atau pemimpin bermakna jurus-jurus permainan agar pedang di tangannya benar-benar ampuh dan efektif. Bukan malah bikin jurus-jurus yang membuat pedang itu tumpul bahkan tidak berfungsi sama sekali.
Atau malah pedang asli disembunyikan kemudian bikin pedang-pedangan dari kayu untuk melawan musuh. Bukan musuh yang binasa sebaliknya pemegang pedang itu sendiri yang akan tumbang.
Kayaknya perumpamaan yang terakhir di atas yang kini sedang terjadi. Pedang sakti yang asli yakni UU Kekarantinaan Kesehatan disembunyikan kemudian bikin pedang-pedangan dalam bentuk perpu, PP dan sebagainya sebagai alat untuk menghadapi pandemi.
Maka konsep yang muncul sekelas bansos dan atau aneka skema bantuan, bukan jaminan perlindungan kebutuhan mendasar rakyat. Vaksin pun lebih berorientasi produk impor bukan mendorong munculnya produksi dalam negeri, bahkan kuat kesan potensi brilian anak bangsa malah cenderung dihambat bin dipersulit.
Dari gambaran di atas kiranya kita dapat ketahui, apakah rejim di bawah kendali Presiden Jokowi ini akan mampu mengatasi persoalan pandemi dan krisis ekonomi ini dengan efektif dan tuntas?
Kita berharap pemerintah sadar dan mengubah strateginya dengan berlandaskan konstitusi yang benar. Gunakan pedang UU 6/2018 Kekarantinaan Kesehatan untuk membedah sekaligus mengangkat sumber penyakit yang dialami rakyat dan negara.
Kalau mau pakai kata level memang kondisi level 4. Ibarat kanker sudah stadium empat. Negara harus melakukan operasi bedah untuk mengangkat sel kanker hingga ke akar-akarnya, bukan sekadar memberi obat pereda rasa nyeri yang setiap saat berulang kambuh kembali.
Atau jangan-jangan memang rejim ini sengaja menempatkan diri cuma sebagai agen penjual obat?
°°°°°✓ 081325995968 °°°°°°
Thanks for reading Pandemi Perlu Operasi Bukan Sekadar Minum Obat Pereda Nyeri | Tags: Budaya Sosial
« Prev Post
Next Post »