Ki Jliteng Suparman
Tak Mungkin Lockdown
Presiden Jokowi menyatakan pemerintah tak mungkin melakukan lockdown. Pasalnya, setelah keliling daerah dan kampung-kampung Pak Presiden berkesimpulan: diberlakukan kebijakan semi lockdown (PPKM) saja masyarakat sudah menjerit, tidak bisa membayangkan kalau diberlakukan lockdown (karantina wilayah).
Presiden RI. Ir H Joko Widodo.
Pernyataan itu bagi orang berakal sehat pasti tepuk jidat. Berarti sekelas Presiden tidak paham sepenuhnya pengertian lockdown atau karantina wilayah sebagaimana secara simpel namun terang benderang dijelaskan pada UU No 6 tahun 2018.
Sekali lagi, level pemimpin itu cara berpikirnya filosofis-konseptual. Ketika tidak punya pemahaman yang benar terhadap pasal-pasal konseptual sebuah UU, bagaimana mungkin dapat tersusun penjabaran desain operasional yang benar pula? Salah memahami dan menerjemahkan ya ambyar.
MakanKu Makanan Sehat Siap Saji Masa Kini
*Ternyata Tracing Penting*
Menko Marinves yang diserahi pegang komando kebijakan PPKM, bilang: "Kita sekarang mengerti tracing penting dalam penanganan Covid-19".
Wadhuhhh, Pak. Telatnya kurang lama! Corona sudah menggila satu setengah tahun kok baru memahami bahwa tracing itu penting. Lagi-lagi, bagi orang berakal sehat pasti tepuk jidat. Sejak corona balita di Indonesia para ahli sudah serukan 3 T: tracing - testing - treatment.
Berarti masa depan penanganan pandemi di Indonesia memang gelap. Mengingat para penentu kebijakan ternyata miskin pemahaman dan kemampun berpikir konseptual atau mendasar. Jika ruang pakta dominasi berisi figur-figur dengan kapasitas seperti itu jangan berharap masalah pandemi segera selesai.
Bisa pesan ke Ibu Gina Marlia 082136563959.
*Obat Covid-19 Hasil Bertapa 40 Hari*
Menko Polhukam baru saja lapor ke Presiden bahwa ditemukan obat covid-19 hasil bertapa 40 hari. "Ini ada obat hasil bertapa 40 hari. Saya menghadap untuk presentasi, ini sudah dicoba orang se-kampung sembuh semua, padahal waktu itu belum ada covid 19", terangnya.
Kalimat Pak Menko saya kutip sesuai aslinya yang termuat di media. Coba simak baik-baik frasa: 'dicoba orang sekampung sembuh semua', padahal waktu itu belum ada Covid-19'. Lha terus kesembuhan itu atas penyakit apa?
Lagi dan lagi, orang berakal sehat pasti tepuk jidat yang karena seringnya jadi benjol sebesar bakpao. Terus terang saya pendukung tradisi bertapa sebagai fenomena kultural. Tapi untuk urusan sebesar pandemi ini, melibatkan obat covid hasil bertapa ke sistem kebijakan negara, komentar saya: Pak Menteri ini ada-ada saja.
Solo ada di sekitaran kampus UMS.
Tiga peristiwa di atas sekilas berita biasa saja. Tapi sesungguhnya sinyal bahwa ada problem krusial di ruang penentu kebijakan negeri ini. Ruwet ruwet ruwet...
Masyarakat kiranya mampu menilai sendiri, apakah nasib bangsa dan negara yang didera krisis multi dimensi dan pandemi ini, benar-benar berada di tangan yang tepat?
Kayaknya sih, hanya ada dua pilihan bagi rakyat Indonesia: end game atau ambyar. Wallahu alam...
Ki Jlitheng Suparman
_Dalang Wayang Kampung Sebelah_
°°°°°°✓ 081325995968 °°°°°°°
Thanks for reading Tidak Berlebihan Berharap END GAME | Tags: Budaya
« Prev Post
Next Post »