Situs Bandar Kabanaran yang ada di dua wilayah, Solo dan Sukoharjo. Foto : Yani.
GUGAT news.com. SUKOHARJO.
Memprihatinkan, kalimat yang terucap kali pertama manakala menyaksikan langsung kondisi heritage, peninggalan sejarah dari Keemasan Mas Karebet, Jaka Tingkir yang akhirnya dikenal sebagai penguasa, Raja Kasultanan Pajang Sultan Hadiwijaya, sebagai wujud bekas bandar, dermaga perniagaan melalui lalu lintas air. Ironis memang, tapi itulah kenyataannya. 500 tahun lalu merupakan bekas pusat perdagangan sekaligus sarana transportasi air yang pastinya suasana hingar bingar, kini sepi, kumuh dan terkesan angker.
Pohon beringin sebagai saksi bisu adanya Bandar Kabanaran tempo dulu juga kini menambah keangkeran tersendiri. Foto : Yani.
Pada sisi kanan kirinya dipergunakan sebagai Tempat Pemakaman Umum (TPU). Sebelah Utara TPU Setono, Laweyan, Solo. Sedangkan sebelah selatan sungai, TPU Banaran, Grogol, Sukoharjo. Menarik bukan? Bekas pelabuhan berubah menjadi pemakaman. Sehingga tidaklah mengherankan lagi, jika suasana bekas Bandar Kabanaran tampak kumuh dan angker."tahun 70 an semasa kecil saya, suasana sungai ini masih tampak asri. Rimbun pepohonan, air jernih dan dalam, sehingga bisa dipakai berenang juga mancing ikan,"jelas Slamet (56) yang tinggal di bantaran sungai.
Air tercemar limbah pabrik tekstil, kumuh, kotor sekaligus terjadi adanya pendangkalan sungai. Foto : Yani
Dulunya, ditambahkan Slamet, sekitar TPU Setono ini dikenal sebagai wilayah Kidul Pasar, atau selatan pasar. Pasar dan selatannya yang mana, itu julukan nama pastinya di jaman Keraton Pajang. Keraton Pajang sendiri ada di sebelah barat Kampoeng Laweyan, sekitar 2 km. Kalau TPU Banaran yang kini bersemayam jasad Pahlawan Nasional KH Samanhudi dikenal selaku tokoh pergerakan Sarekat Dagang Islam (SDI), dahulunya sebagai lahan apa tidak banyak yang mengetahui. Pastinya, dahulu juga merupakan suasana pelabuhan. Ramai hilir mudik pedagang. "Sayangnya kini semuanya mangkrak dan kotor,"papar Slamet, Prihatin.
Kedalaman airnya kini tidak lebih 50 cm. Jangankan perahu, berenang hanya bebek, angsa dan mentok saja yang bisa.
Semoga saja, harapan Slamet, segera ada akan kepedulian baik pemerintah Kota Solo dan Kabupaten Sukoharjo. Setidaknya, jika kedua pemangku jabatan pemerintahan tersebut berkenan untuk mengembalikan suasana seperti ratusan tahun lalu, meski tidak seharusnya kembali menjadi dermaga, setidaknya bisa dipakai sebagai sarana wisata air. Sehingga mampu menjadikan destinasi wisata tersendiri dari kedua wilayah. "Bisa untuk pancingan, tempat berenang yang alami atau semacam kuliner air di Kopi Lepen Boyolali. Wisata kuliner sambil mengenang sejarah keemasan tempo dulu di jaman Berkuasanya Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir Raja Kasultanan Pajang," pungkas Slamet, serius.
Makanku Makanan Sehat Siap Saji Masa Kini Solusi Di Saat Pandemi Covid-19.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Thanks for reading Mangkraknya Peninggalan Jaka Tingkir | Tags: Budaya
« Prev Post
Next Post »