Ruang Sidang PTUN Bandung, Rabu 30 Maret 2022
GUGAT news.com
Indonesia darurat mafia tanah. Penyerobotan tanah terus terjadi. Kalimat itu rasanya tidak berlebihan untuk melukiskan bagaimana kasus penyerobotan tanah marak terjadi di Indonesia.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengakui masih banyak permasalahan konflik dan sengketa lahan dengan mafia tanah yang belum selesai.
“Kasus tersebut seperti fenomena gunung es. Tampak di permukaan hanya sedikit padahal kasus yang tak terekspos media begitu banyak,” ujar Syaiful Bachri, ditemui usai sidang di PTUN Bandung, Rabu, 30/3/2022, lalu.
Hal ini yang dialami Nadya Adilla Putri, anak dari pasangan Syaiful Bachri dan Chani, pemilik tanah seluas 4885 m² dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 959/Desa Tugu Selatan, yang merupakan peningkatan hak dari tanah milik adat Girik Leter 'C' Kohir No. 2215.
“Saya kesal sebab hanya dengan bermodal draft jual beli yang belum terdaftar, H. Djedjen Teteng bisa melakukan tranksasi jual beli tanah. Bahkan jual beli tersebut tidak tercatat di Kantor Desa Tugu Selatan maupun di Kantor Kecamatan Cisarua,” terang Syaiful lagi.
Makanku praktis dan tidak ribet
PTUN Bandung, terang Syaiful, menerima gugatan tersebut dan tetap menggelar sidang demi sidang dengan dokumen kepemilikan yang tidak kuat secara hukum.
Syaiful juga menjelaskan, bahwa draft jual beli bodong tersebut, ditandatangani H. Arifin Aziz, Lurah Desa Tugu Selatan, pada tahun 2021 pada saat dirinya sudah tidak menjabat lurah lagi.
“H. Arifin Aziz mengakui khilaf telah menandatangani draft jual beli tanah pada Juni 2021 karena tekanan H. Djedjen Teteng dan anggota ormas " ungkap Syaiful kesal.
Makanku Makanan Sehat Siap Saji Masa Kini Solusi Di Saat Pandemi Covid-19
Syaiful juga bingung, obyek tanah yang dimaksud H. Djedjen Teteng adalah Draft Jual Beli tersebut adalah Girik Leter 'C' Kohir No. 397. Sementara SHM No. 959 /Desa Tugu Selatan atas nama Nadya Adilla Putri berasal dari Girik Leter 'C' No. 2215. Perbedaan Girik/No. Kohir sama dengaan perbedaan obyek tanah.
Secara gamblang, Syaiful Bachri menuturkan riwayat pembelian tanah milik Nadya Adilla Putri sampai H. Djedjen Teteng menyerobot dan mengajukan ke PTUN.
Pada tanggal 20 Desember 2012, Syaiful Bachri membeli sebidang tanah dari Terry Kassen Tanizar, dengan status tanah telah menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 959/Desa Tugu Selatan tanggal 01 Agustus 2003. Surat Ukur No. 10/Tugu Selatan/2011, tanggal 30 Mei 2011, seluas 4.855 m².
Tanah itu kemudian dibalik nama atas nama anak Syaiful Bachri, Nadya Adilla Putri. Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 959/Desa Tugu Selatan tersebut merupakan peningkatan hak dari tanah milik adat Girik Leter “C” Kohir No. 2215.
Akta Jual Beli PPAT No. 126/2012 tanggal 20 Desember 2012 yang dibuat di hadapan Fuzi Markunah, SH. (PPAT di Kab. Bogor) antara Terry Kassen Tanizar dengan Nadya Adilla Putri, yang dalam jual-beli tersebut Nadya Adilla Putri diwakili oleh Syaiful Bachri, selaku ayah.
Pada tanggal 17 Juli 2021, ada pihak yang memaksa masuk dan menguasai tanah tersebut. Mereka adalah H. Djedjen Teteng dan sebuah ormas. Mengklaim bahwa tanah tersebut adalah milik H. Djedjen Teteng dengan bukti kepemilikan draft Jual Beli (yang tidak bernomor dan tidak bertanggal), dan belum terdaftar di Kantor Desa maupun Kantor Kecamatan dengan no. Kohir 397.
Dalam surat tersebut terdapat tanda tangan pihak penjual (H. Munajat Kurtubi) dan Pihak Pembeli (H. Teteng Djedjen) dan Kepala Desa sebagai saksi (H. Arifin Azis).
Peristiwa pihak yang memaksa masuk ke tanah tersebut sama persis seperti yang disampaikan Muhammad Amin saksi fakta pemilik tanah di hadapan majelis hakim PTUN pada Rabu (30/3/2022), yang terdiri dari Ardoyo Wardhana (Hakim Ketua), Gugum Surya Gumilar SH, MH (Hakim) dan Liza Valianty (Hakim).
"Sebelum masuk bersama ormas dan menguasai tanah, sempat menanyakan apakah tanah ini akan dijual? Dan berniat akan membeli," kata Muhammad Amin memberi kesaksian.
Sebelumnya Saksi Ahli dari pihak tergugat Zaenal Mutaqin seorang dosen luar biasa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung mengatakan bahwa peradilan ini tidak dapat dilakukan di PTUN tetapi harus di Peradilan Umum.
Masih menurut Muhammad Amin, untuk mengesankan seolah olah H. Djedjen Teteng mengusai tanah sejak tahun 1994, setiap kali ada peninjauan tanah dari pihak berwajib orang-orang suruhan H. Djedjen Teteng pura - pura bekerja di tanah itu.
Syaiful Bachri kemudian melaporkan hal ini ke Polres Kabupaten Bogor dengan laporan No. Pol: STPL/B/1081/VII/2021/JBR/RES BGT tanggal 19 Juli 2021. Pihak Polres Kabupaten Bogor menindaklanjuti laporan tersebut dan H. Djedjen Teteng telah berstatus sebagai tersangka dalam kasus ini.
“Saya heran hanya dengan bukti draft jual beli yang tidak terdaftar, PTUN mau menerima laporan tersebut dan memprosesnya. Hingga pada tanggal 5 Februari 2022 kami menerima 2 buah surat panggilan No: 127/G/2021/PTUN.BDG,” ujar Syaiful Bachri.
Masih menurut Syaiful Bachri, sidang di PTUN harusnya tidak perlu terjadi. Sebab surat yang dijadikan dasar gugatan ke kantor Pertanahan tersebut berupa draft jual beli yang tidak terdaftar. Secara administrasi sudah cacat.
"Tapi sekali lagi, pihak PTUN tetap menggelar sidang. Dan lagi draft Jual beli milik H. Djedjen Teteng itu nomor Girik yang berbeda. Jadi salah obyek juga. Saya membeli tanah tersebut dari Terry Kassen Tanizar sudah pernah diroya di Bank," ungkap Syaiful./*** Eddie Karsito
. °°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Thanks for reading Dari Sidang PTUN Bandung : Indonesia Darurat Mafia Tanah, Penyerobotan Tanah Terus Terjadi | Tags: Budaya Hukum
« Prev Post
Next Post »