KGPH Puger salah satu Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
GUGAT news.com. SUKOHARJO.
Saat dijumpai GUGAT news.com belum lama ini di Wedangan Manang yang berdampingan dengan Pasarean Ageng Manang, Patih PB IX Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, KRA Sosronagoro (1828), Kanjeng Gusti Pangeran Haryo ,( KGPH) Puger salah satu Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang juga adik kandung Sinuhun Paku Buwono XIII, menuturkan jika Raden Pabelan, putra dari Tumenggung Mayang, orang kepercayaan dari Sultan Hadiwijaya Raja Keraton Kasultanan Pajang, dibunuh dan jasadnya saat itu dilarung di Sungai Laweyan.
Sungai Laweyan Solo yang tidak jauh dari Pajang, bekas lokasi Keraton Kasultanan Pajang. Tempat dibuangnya Raden Pabelan. Foto : Yan
Sekitar abad 15 sepantaran dengan berdirinya Keraton Kasultanan Pajang, adalah Raden Pabelan putra Tumenggung Mayang yang dikenal sebagai seorang yang tampan, gagah dan berwibawa. Sehingga tak mengherankan lagi jika banyak digandrungi oleh para kaum hawa. Dari remaja putri, dewasa, ibu-ibu hingga janda. Hanya saja, ketampanan itu bukan nya dipakai untuk kemaslahatan melainkan hanya untuk menuruti nafsu birahi belaka. KGPH Puger mengisahkan.
Jembatan Sungai Laweyan yang ada di depan Masjid Laweyan (1546) masjid tertua di Solo. Foto : Yan
Lantaran tabiat buruk putranya, Raden Pabelan, kembali dikisahkan Gusti Puger panggilan akrab KGPH Puger, yang biasa mempermainkan wanita dengan perilaku habis manis sepah dibuang, menjadikan malu dan murkanya Tumenggung Mayang, pejabat di Keraton Kasultanan Pajang. Dipanggil lah sang anak untuk dinasihati agar bisa menghentikan perbuatan buruknya terhadap perempuan di Kampung Mayang.
"Bukannya berkenan dengan nasihat sang ayahandanya, melainkan menolak akan saran dan pesan bagus dari bapaknya. Sehingga saat itu pula, Tumenggung Mayang hanya berniat akan menghukum anaknya agar menyudahi tabiat buruknya, berzina. Ditantanglah Raden Pabelan akan keberaniannya untuk masuk Keraton Pajang dan menemui Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Sekar Kedhaton, Putri Ndalem Sultan Hadiwijaya yang dikenal sebagai Mas Karebet atau Jaka Tingkir. Tanpa pikir panjang lagi, disanggupi tantangan ayahnya," urai Gusti Puger.
Malam itu juga, lanjut Gusti Puger, dibekalilah sang anak oleh ayahnya sebuah ilmu kesaktian yang mana saat memasuki wilayah Keraton Kasultanan Pajang tidak seorangpun prajurit mampu melihatnya. Bahkan tembok Beteng Baluwarti pun dengan mudahnya bisa dilompati. Masuklah Raden Pabelan ke dalam Cempuri Keraton yang langsung bisa bertemu dengan Putri Ndalem Sekar Kedhaton yang sebelumnya sudah sering mendengar cerita ketampanan dan keperkasaan seorang pria Raden Pabelan. Singkatnya, bercumburayulah keduanya.
Boleh jadi, Tumenggung Mayang lupa akan persyaratan ilmu kesaktian yang diberikan kepada putranya itu harus lebur manakala dipergunakan untuk kepentingan kemaksiatan dengan mengumbar nafsunya. Sehingga naas pun terjadi, pada pagi harinya keberadaan Raden Pabelan yang berada di dalam kamar Gusti Sekar Kedhaton diketahui prajurit. Bisa dipastikan lagi, gempar lah suasana seisi dalam Keraton Kasultanan Pajang. "Saat itu pula langsung diketahui Sultan Hadiwijaya yang langsung marah seketika mendapati Raden Pabelan ada di dalam kamar putrinya. Tanpa pikir panjang lagi, ditebas lah leher Pabelan dan mati!" terang Gusti Puger.
Makanku praktis dan tidak ribet
Malam itu juga, masih menurut penuturan Gusti Puger, jasad Raden Pabelan langsung dilarung ke Sungai Laweyan yang akhirnya berhenti di daerah pinggiran Sungai Bengawan Solo. Sekarang ini, daerah tersebut dikenal sebagai Kampung Batangan, Pasar Kliwon, dan kini makam Raden Pabelan ada di area Pusat Perbelanjaan Beteng Mall. Disebut Batangan, lantaran saat itu Kyai Solo, seorang tokoh sakti yang tinggal di wilayah Desa Solo, merasa bingung saat memakamkan jenazah tak bertuan. Gampangnya, beliau Kyai Solo menyebutkan telah menguburkan Batang (Jawa) bermakna bangkai. Sehingga saat ini kampung tersebut dikenal sebagai Kampung Batangan.
Malam itu juga, ditambahkan Gusti Puger, begitu mendapati pria pujaan hatinya dibunuh oleh Sang Ayahandanya, Gusti Sekar Kedhaton pun lari keluar meninggalkan kerajaan. Tanpa arah dan tujuannya yang jelas, nasib sialpun menimpa. Setelah keluar dari keraton tanpa bisa dicegah Sultan Hadiwijaya, ayahnya, belum sebegitu jauhnya jarak dari keraton dan sampai di sekitar Tegal Keputren serta merta malam itu juga Gusti Sekar Kedhaton demi melihat di depan nya ada sumur, menceburkan dirinya ke dalam sumur, bunuh diri. "Mungkin saking lantaran murkannya Jaka Tingkir, bukannya di tolonglah putrinya untuk diangkat ke atas, melainkan malahan ditimbun tanah hingga meninggal dunia di dalam sumur yang kini masih ada di Kampung Tegal Keputren," tutup KGPH Puger. # Yan
Thanks for reading KGPH Puger : Raden Pabelan Pernah Dibuang Di Sungai Laweyan Oleh Jaka Tingkir | Tags: Budaya Peristiwa
« Prev Post
Next Post »