Langgar Merdeka yang ada di Jalan Dr Rajiman 556 Laweyan, Solo. Foto : Yan
GUGAT news.com SOLO
Boleh jadi, keberadaan Langgar Merdeka (Jawa), Mushalla, Surau yang ada di Jalan Dr Rajiman 556 Kampung Batik Laweyan ini cukup istimewa jika dibandingkan dengan Mushalla, Surau atau bahkan masjid.
Bagaimana tidak, usianya sudah lebih dari satu abad atau tepatnya 7-7-1877 sesuai dengan prasasti yang terpampang di dinding atas Langgar Merdeka, disamakan dengan keberadaan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, sejamsn dengan Sinuhun Paku Buwono (PB) X (1866-1939).
Meski usianya sudah ratusan tahun, namun kondisinya bangunan masih terawat rapi. Tembok dengan ketebalan 50 cm masih tampak kuat, akan halnya kayu jati pada bagian pintu, jendela, anak tangga, penyekat jamaah putra- putri sampai lantainya yang jelas ga terbuat dari papan kayu jati itu masih kuat tidak rapuh dan keropos.
Menariknya lagi, pada bagian menara yang umumnya di bangun tersendiri berada di luar atau sisi samping bangunan masjid, namun tidak demikian dengan Langgar Merdeka. Dari bawah hingga ketinggian tidak kurang dari 25 meter, bangunan menara menyatu dengan bangunan utama atau induk.
Kondisi menara pun juga terawat rapi, seperti halnya dengan kayu jati naik turunnya tangga ke atas menara. Utuh, tidak rapuh apalagi keropos. Pastinya meski sudah jarang dipakai untuk mengumandangkan waktu adzan, namun kondisi tangga masih kuat untuk dinaiki.
"Bangunan menara Langgar Merdeka ini cukup bagus sekali arsitektur nya. Hampir menyerupai bangunan Panggung Songgo Buwono Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Naik turun tangganya, sama memutar ke kanan. Hanya saja, Langgar Merdeka memiliki segi empat, Songgo Buwono ada segi delapan. Keduanya istimewa dan bagus," cerita GPH Puger yang pernah sekali naik ke Menara Langgar Merdeka.
Dari penuturan cerita orang-orang tua di Kampung Laweyan, dahulu milik pedagang cina yang dipergunakan sebagai toko candu, seret atau yang sekarang ini dikenal seperti halnya dengan Narkoba. Kampung yang identik dengan warganya penelum agama Islam, sehingga oleh H Masyhadi, saudagar batik Laweyan lalu dibeli.
Selanjutnya oleh Masyhadi, bangunan direnovasi yang selanjutnya kegunaannya diperuntukkan sebagai sarana peribadatan untuk umum. Shalat wajib lima waktu, namun tidaklah digelar untuk shalat Jum'at. Pasalnya sudah ada Masjid Laweyan, tertua di Kota Solo 1546 sejaman Kerajaan Pajang.
Lantaran dinamakan Langgar Merdeka, sehingga oleh Tentara Belanda pada saat itu berencana akan dihancurkan dari atas, di bom. Menariknya, dari puluhan bom yang dijatuhkan untuk meratakan Langgar Merdeka oleh Belanda, namun tidak satupun yang bisa mengenai bangunan Langgar Merdeka.
Sehingga untuk menghindar hal yang tidaklah diinginkan, nama Langgar Merdeka diubah menjadi Langgar Al Ichlas, sesuai prasasti yang ada di tembok atas Langgar Merdeka. Tidak berapa lama, akhirnya nama Langgar Al Ichlas kembali dirubah menjadi Langgar Merdeka, setelah memang negeri ini, Indonesia sudah merdeka terbebas dari penjajahan. # Yani.
Thanks for reading Istimewanya Langgar Merdeka Laweyan Solo, Dibom Selalu Meleset | Tags: Budaya
« Prev Post
Next Post »