Salah satu kuda milik H Anwar (almarhum) yang ada di Kampung Batik Laweyan. Foto : Yani
GUGAT news.com SOLO
Boleh jadi, sekarang ini keturunan dari mereka para saudagar batik Laweyan yang terkenal kaya raya itu, hanya tinggallah satu satunya dari keluarga H Anwar (almarhum) yang masih memiliki beberapa ekor kuda. Bahkan istal, dari kandang kuda yang usianya sudah ratusan tahun itu masih terawat rapi dan bersih.
"Kalau saya merawat kuda kuda milik Pak Haji Anwar almarhum ini, baru berjalan 10 tahun. Kabarnya, sudah pada almarhum yang saat itu merawat dan menjadi joki kuda kuda milik Pak Haji Anwar almarhum. Kebanyakan kuda kuda balap. Sebenarnya ada juga saudara Pak Anwar yang masih memiliki puluhan kuda balap, tinggal di Salatiga," terang Sono.
Berbicara kuda kuda yang ada di Laweyan dan ratusan tahun silam, memiliki nilai historis, sejarah tersendiri. Kesemuanya ini, bermula dari insiden Raja Keraton Kartasura Hadiningrat dengan Sinuhun Paku Buwono (PB) II yang marah sehingga mengeluarkan sabda pandita ratu terhadap saudagar batik Laweyan.
Diceritakan Rosyadi, tokoh masyarakat dan di sepuhkan atau dituakan oleh mereka para warga masyarakat Kampung tertua di Kota Solo, Kampung Batik Laweyan, semula peristiwa itu terjadi saat adanya geger Pecinan di Keraton Kartasura Hadiningrat (1742) . Dari peristiwa itulah yang menjadikan Sinuhun PB II melarikan diri dari Keraton Kartasura Hadiningrat.
" Kisah ini turun temurun ratusan tahun silam hingga sekarang ini masih sering diceritakan oleh warga Laweyan khususnya, mungkin Indonesia umumnya. Masalah nya, ini sejarah tersendiri bagi Dinasti Mataram Islam serta kampung batik Laweyan," ujar Rosyadi.
Saat terjadinya pengungsian, lanjut Rosyadi, yang Sinuhun PB II dari Keraton Kartasura hendak menuju ke Ponorogo, Jawa Timur. Selang tak berapa lama dari Kartasura, sampailah Rombongan Sinuhun PB II di Kampung Batik Laweyan yang terkenal dengan saudagar batik kaya raya dan memiliki puluhan ekor kuda.
"Saat itu, bisa dipastikan lagi kesemuanya saudagar batik Laweyan ini memiliki puluhan ekor kuda. Mulailah peristiwa sabda pandita ratu Sinuhun PB II Keraton Kartasura Hadiningrat terhadap para pedagang batik Laweyan terjadi. Marahlah raja Kartasura itu kepada para saudagar batik Laweyan yang dikarenakan masalah kuda,":terang Rosyadi serius.
Begitu sampai perjalanan di Kampung Batik Laweyan, kepada mereka para warga saudagar batik Laweyan, Sinuhun PB II memperkenalkan dirinya sebagai raja Dinasti Mataram Islam Keraton Kartasura yang hendak mengungsi ke Ponorogo, Jawa Timur, lantaran adanya pemberontakan di Kartasura.
Menariknya, meski sudah mengatakan jika beliau seorang raja, namun anehnya tak seorang pun dari mereka para saudagar kaya Laweyan yang berkenan meminjamkan barang sejenak beberapa ekor kuda untuk dipinjam Sinuhun PB II dan prajurit pengawal gina perjalanan mengungsi ke Ponorogo. Marahlah raja Kartasura itu yang akhirnya mengeluarkan sumpah dengan kemarahannya.
" Dan...kini yang disabdakan pandita ratu itu terbukti. Meski sudah ratusan tahun sumpah itu diucapkan, hingga sekarang ini tidak ada seorangpun yang menikah atau dinikahi putra putri Ndalem keraton Kartasura hingga Surakarta dengan orang Laweyan, demikian pula sebaliknya. Seperti halnya tidak ada orang Pajang menikah dan dinikahi orang Mayang disebabkan dibunuhnya Raden Pabelan putra Tumenggung Mayang oleh Joko Tingkir raja Pajang," urai Rosyadi.
Bukan tanpa alasan, lanjut Rosyadi yang juga merupakan putra dari saudagar batik Laweyan, kesemuanya itu di sebabkan rasa ego kepuasan hati, batin tersendiri, sedikit sombong lah yang berkaitan dengan keberadaan Kampung Batik Laweyan lebih dulu ada dan pastinya lebih tua jika dibandingkan berdirinya Dinasti Mataram Islam. Kampung Laweyan sudah ada sebelum Kerajaan Pajang berdiri dengan Rajanya Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir.
Sedangkan berdirinya Dinasti Mataram Islam Panembahan Senopati dari Kota Gede, Bantul sampai Kartasura hingga Kasunanan Surakarta Hadiningrat, bagian dari runtuhnya Kerajaan Pajang. Keraton Pajang berdiri, kampung Laweyan sudah ada lebih dahulu dan kebetulan berdampingan.
"Merasa lebih dulu ada dan pastinya lebih tua, bahkan masa kecilnya Danang Sutawijaya yang setelah besar menjadi Panembahan Senopati dahulunya tinggal di Kampung Laweyan. Ya alasan itulah yang dipakai untuk sarana kesombongan dan tidak mau patuh, tunduk dengan kekuasaan raja Sinuhun PB II waktu itu. Alhamdulillah...beliau Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger Putra Ndalem Sinuhun PB XII berkenan sering main ke Laweyan," pungkas Rosyadi tersenyum. #Yani.
Thanks for reading Gara Gara Kuda Sinuhun PB II Marah Kepada Saudagar Laweyan | Tags: Peristiwa Budaya
« Prev Post
Next Post »