KPH Adp Purbodiningrat trah keturunan dari Sinuhun Paku Buwono (PB) VIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Foto : Yani
GUGAT news.com SOLO
Ditemui di Ndalem Carikan Daryonagaran Sinuhun PB VIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Rabu (3/7) siang sekitar pukul 11.00 WIB, Kanjeng Pangeran Haryo Adipati (KPH Adp) Poerbodiningrat yang akrab disapa Kanjeng Koes ini menegaskan jika bulan Syuro itu bulan prihatin dan mawas diri.
"Bulan Syuro itu bukan merupakan bulan sakral, sama dengan bulan lainnya. Hanya saja, sebagai orang Jawa yang memiliki banyak nilai nilai budaya yang adiluhung, sehingga pergantian tahun baru Syuro setidaknya dipakai untuk laku prihatin dan mawas diri seraya merenung akan baik buruknya amalan tahun lalu," tutur Kanjeng Koes.
Menyoal tentang sejarah ritual sakral kirab pusaka di malam menyambut datangnya tahun baru 1 syuro, masih menurut penuturan Kanjeng Koes, sekarang ini menindaklanjuti dari apa yang pernah diminta Presiden Soeharto melalui ajudannya Jenderal Soejono Humardani kepada Sinuhun PB XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Saat kemerdekaan yang waktu Presiden Soekarno, kirab pusaka menyambut datangnya tahun baru 1 syuro, hanya dilakukan keliling memutari Cempuri Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang masih berada di dalam Benteng Baluwarti. Pastinya, pengunjung tidak seperti sekarang ini, ada di sepanjang jalan yang dilewati arak arakan barisan kirab pusaka.
"Tepat jam 00.00 WIB, kirab pusaka di era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto tidak berbeda, hanya lokasi kirabnya saja berlainan. Di dalam Benteng Baluwarti dan di luar Beteng Baluwarti. Era Presiden Soeharto hingga sekarang ini, rute perjalanannya lebih panjang dari jaman Presiden Soekarno," terang KPH Adp Purbodiningrat.
Tepat jam 12 malem, lanjut Kanjeng Koes, kirab pusaka menyambut datangnya tahun baru 1 syuro, dimulai dari beberapa ekor Kebo Bule dengan dikawal serati, pawang nya yang kemudian di susul Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono, di belakang barisan Gusti atau putra raja, kemudian disambung Kanjeng Pangeran pembawa pusaka, biasanya tombak.
Disusul barisan bupati yang selanjutnya Sentono Ndalem, kerabat Ndalem serta ribuan abdi dalem berjalan keluar dari Kori Kamandungan. Saat berjalan, pantang, pamali untuk saling berbicara. Dari Kori Brojonolo, Supit Urang Kulon, di samping barat Alun-alun Lor, masuk sampai Gladag, perempatan Telkom ke kanan sampai perempatan Kapten Mulyadi, lurus ke selatan.
Sampai di perempatan Baturono, lurus ke barat hingga Gemblegan Veteran langsung lurus ke Utara sampai perempatan Nonongan, lurus ke timur kembali sampai Gladag. Terus masuk ke selatan mengitari timur Alun-alun Lor, Supit Urang Wetan dan masuk kembali ke Kori Kamandungan yang hampir subuh. Istirahat sejenak lalu dilanjutkan ibadah shalat subuh di Masjid Pedjosono dalam keraton serta Masjid Paromosono di luar Cempuri namun di dalam Benteng Baluwarti. # Yani
Thanks for reading KPH Adp Purbodiningrat: Syuro Bulan Prihatin | Tags: Budaya
« Prev Post
Next Post »