Sungai Jenes yang melintas di Jembatan Masjid Laweyan kini semakin menyempit dan dangkal. Foto; Yani
GUGAT news.com SOLO
Dari mulai Sungai Brojo yang ditengarai merupakan wilayah sungai yang pada saat itu berada di sekitaran berdirinya bangunan fisik Kerajaan Kasultanan Pajang Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir abad 15 silam, panjangnya tidak lebih dari 1 Km. Dari Sungai Brojo yang ada di Kampung Pajang inilah jasad Raden Pabelan di Larung atau di hanyutkan.
Bukan tanpa alasan manakala jasad Raden Pabelan putra dari Tumenggung Mayang yang dikenal tampan rupawan sehingga banyak digandrungi, dicintai wanita se Desa Mayang. Baik gadis, janda maupun ibu ibu rumahtangga yang senantiasa menginginkan bisa berdekatan dengan Raden Pabelan untuk melakukan panasnya api asmara. Melakukan perselingkuhan.
Demi mendapati putranya Raden Pabelan sudah bertindak melampaui batas, sehingga menjadikan malu rasa hati sang ayah Tumenggung Mayang dikenal sebagai yang berwibawa, disegani serta dipercaya sepenuhnya oleh Sultan Hadiwijaya Kerajaan Pajang untuk mengemban amanah kerajaan. Malu dengan sikap perilaku buruk anaknya, diambillah pelajaran untuk anaknya Raden Pabelan.
" Maksudnya memberikan pelajaran agar bisa berubahnya etika kesopanan Pabelan terhadap wanita, namun. Kenyataannya justru semakin liar mengumbar hawa nafsunya. Diberikan nya ajian untuk bisa menembus Benteng Baluwarti Pajang dan bertemu dengan putrinya Joko Tingkir Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Sekar Kedhaton untuk bisa saling mengenal. Mulailah lupa janjinya dengan ayahnya Tumenggung Mayang. Habis riwayat hidup Pabelan," papar Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger.
Bisa jadi, lanjut Gusti Puger, panggilan akrab GPH Puger, salah satu Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono (PB) XII Keraton Mataram Surakarta Hadiningrat, kenyamanan saat bercinta' dengan GKR Sekar Kedhaton itu yang menjadikan lupa segalanya. Adanya bunyi Kokok ayam jantan tidaklah dihiraukan, terlambat sudah apa yang dilakukan Raden Pabelan untuk bisa keluar Istana Pajang. Sebagai akibatnya, ditangkap prajurit, diserahkan kepada Sultan Hadiwijaya yang langsung menjatuhkan sangsi, hukuman penggal lehernya.
"Dini hari itu juga, jasad Raden Pabelan dilarung untuk dihanyutkan ke Sungai Brojo hingga Tempuran Sungai Brojo, Pajang , Premulung, Sondakan dan Jenes, Laweyan terus ke arah timur hingga menempuh perjalanan jasad itu tidak kurang dari 7 km. Jasad Raden Pabelan sebelum sampai ke Sungai Bengawan Solo, nyangkrah, nyangkut yang kemudian hari tempat itu dikenal sebagai Desa Sangkrah." jelas Gusti Puger.
Sehingga, masih menurut penuturan Gusti Puger, Sungai Brojo, Premulung dan Jenes sampai Sangkrah, karena itu memiliki nilai historis yang cukup tinggi, pastinya tidak ada salahnya kalau saja pemerintah berkenan senantiasa menjaga keberadaan ke tiga sungai itu. Syukur kalau bisa dimanfaatkan sebagai sarana jalur wisata air guna mengenang akan kebesaran warisan heritage, bersejarah dari leluhur.
Bahkan dari Sungai Jenes, Laweyan tersebut, ada peninggalan sejarah yang sangat tinggi pula dan kini mangkrak. Bandar Kabanaran peninggalan Sultan Hadiwijaya yang saat itu dipergunakan sebagai sarana pelabuhan sungai untuk sirkulasi perdagangan benang Lawe, tekstil bahan kain yang datang dari saudagar di berbagai daerah di luar Kasultanan Pajang. #Yani.
Thanks for reading Raden Pabelan Sungai Brojo Sungai Jenes Dan Bandar Kabanaran | Tags: Peristiwa Budaya
« Prev Post
Next Post »