Jembatan Sungai Jenes untuk menuju ke Masjid Laweyan peninggalan Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir sekitar (1546). Foto ; Yani
GUGAT news.com SOLO
Begitu memasuki kampung tertua di Kota Solo, Kampung Batik Laweyan yang usianya lebih tua sedikit dari berdirinya Kerajaan Kasultanan Pajang Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir abad 15 silam ini, serasa benak ini dibuatnya menerawang ke masa silam ratusan tahun lalu di jaman kerajaan.
Bagaimana tidak, dengan masih banyaknya bangunan peninggalan sejarah dari kejayaan Kampung Batik Laweyan yang berupa rumah rumah saudagar batik yang kaya raya layaknya keraton kecil, lantaran dengan tembok pagar menjulangnya tinggi tinggi tersebut. Terlebih lagi saat mulai berada di Jembatan Sungai Jenes yang memasuki area Masjid Laweyan, serasa perasaan akan masa silam cukup terasa sekali.
Dari Sungai Brojo Pajang atau sungai dari Kasultanan Pajang, saat itu pernah dipergunakan untuk melarung atau menghanyutkan jasad seseorang tampan rupawan Raden Pabelan, salah satu Putra Tumenggung Mayang, orang kepercayaan Raja Sultan Hadiwijaya yang putranya telah dibunuh dengan dipenggal kepalanya oleh prajurit Kerajaan Pajang lantaran berhasil masuk menyusup Pajang dan melakukan tindakan asusila terhadap Putri Ndalem Joko Tingkir, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Sekar Kedhaton.
Sungai Jenes juga merupakan sungai yang airnya mengalir ke Bandar Kabanaran, pelabuhan sungai untuk sirkulasi perdagangan oleh Sultan Hadiwijaya dan tidak jauh dari Masjid Laweyan milik Ki Ageng Henis dari pemberian Ki Ageng Beluk. Pemberian pure setelah persahabatannya dengan Ki Ageng Henis dan masuklah Islam Ki Ageng Beluk yang memberikan Pure, rumah peribadatan Hindu kepada Ki Ageng Henis agar dipakai sebagai masjid.
Sehingga saat itu (1546) dinamailah sebagai Masjid Ki Ageng Henis. Seiring perjalanan waktu yang dari Kasultanan Pajang, Dinasti Mataram Islam Panembahan Senopati sebagai pendiri dan berkeraton di Kota Gede, Jogjakarta selanjutnya Kerto, Plered, Bantul, Kartasura sampai Dinasti Mataram Islam Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Sinuhun Paku Buwono (PB) X, diganti lah menjadi nama Masjid Laweyan. Sesuai dengan lokasinya.
Sebagai Cagar Budaya yang usianya sudah hampir 500 tahun, bisa dipastikan lagi akan banyak ditemukan heritage bersejarah di Masjid Tertua di Kota Solo dan Jogjakarta ini. Bukan hanya di Masjid Laweyan saja, melainkan area di sekitarnya masih banyak lagi ditemukan Peninggalan bersejarah. Di sebelah barat masjid, ada dimakamkan Ki Ageng Henis juga sahabat nya meski di luar pagar, yaitu Ki Ageng Beluk yang banyak berperan di dalam syiar Islam saat itu selain Ki Ageng Henis.
Di samping ratusan makam tua, ada di sebelah timur makam Ki Ageng Henis adalah bekas tempat pemakaman Sinuhun Paku Buwono II Keraton Kartasura Hadiningrat yang selanjutnya dipindahkan ke Makam Pajimatan Imogiri, Bantul, Yogyakarta. " Indahnya shalat Jum'at di Masjid Laweyan, berkah dan banyak menjumpai heritage bersejarah di Kampung tertua ini, " urai Mulyanto, warga Kampung Belukan, Pajang, Laweyan, Solo. #Yani.
Thanks for reading Shalat Jum'at di Masjid Peninggalan Jaka Tingkir | Tags: Peristiwa Budaya
« Prev Post
Next Post »