Salah satu gang di Kampung Laweyan yang menuju ke arah Bandar Kabanaran yang membelah Banaran, Sukoharjo dengan Laweyan, Solo. Foto : Yani
GUGAT news.com SUKOHARJO
Selama ini, keberadaan Kampung Laweyan dikenal sebagai kampung tertua di Kota Solo dengan berbagai macam bukti peninggalan sejarah leluhur di jaman Kerajaan Kasultanan Pajang Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir abad 14-15 silam.
Diantaranya ada makam tua Ki Ageng Henis, ulama besar di jaman Kasultanan Pajang termasuk Masjid Laweyan (1546) serta Bandar Kabanaran pelabuhan sungai yang waktu Sultan Hadiwijaya dipergunakan untuk lalu lintas perdagangan dari Laweyan menuju ke Bandar Semanggi serta Nusupan yang lebih besar dan ramai sirkulasi perdagangan dari beberapa kerajaan wilayah Jawa Timur, tanpa terkecuali Kerajaan Majapahit.
Itulah sebagian bukti dari peninggalan sejarah yang ada di Kampung Laweyan, disebut Kampung Batik, setelah kedatangan Ki Ageng Henis dari Demak yang mengajarkan batik membatik di Kampung Laweyan. Sehingga mulailah dikenal sebagai Kampung Batik Laweyan. Memang keberadaannya lebih dahulu Kampung Laweyan jika dibandingkan dengan Kerajaan Kasultanan Pajang. Mungkin selisih puluhan tahun atau ratusan.
"Kalau selisih satu abad dengan Joko Tingkir abad 15, berarti Laweyan masuk ke abad 14. Sedangkan keberadaan Semanggi dengan Bandar Semanggi dan Nusupan dengan Bandar Nusupan nya, itu ada di abad 13 menjelang keruntuhan Majapahit. Silakan pembaca bisa menganalisa sekaligus menghitung sendiri, lebih tua Laweyan atau Semanggi dan Nusupan," ujar Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger saat ditemui di Wedangan Subur, Ngenden, Banaran, Grogol, Sukoharjo.
Masih menurut penuturan budayawan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Gusti Puger, panggilan akrab GPH Puger, bahkan untuk masalah bandar saja, baik Semanggi maupun Nusupan, lebih besar dari Kabanaran, Laweyan. Bisa dipastikan lagi, arus lalu lintas nya lebih padat dari Kabanaran. Semanggi paling ujung timur dari Solo, Kampung Nusupan ada di sebelah barat bandar Nusupan serta sebelah timur Bandar Semanggi.
Jadi Kampung Nusupan tersebut, lanjut Gusti Puger, layaknya sebuah pulau yang diapit oleh Bandar Semanggi dan Bandar Nusupan. Sebelum ada Solo dengan keraton nya, dahulu bukan bernama Bengawan Solo melainkan Sungai Bengawan Semanggi yang bukan hanya disinggahi perahu kecil atau kapal pedagang dari berbagai kerajaan di Jawa Timur termasuk kapal perang dari Kerajaan Majapahit sering singgah di Bandar Semanggi dan Bandar Nusupan itu. Abad 13-14.
Bekas Bandar Kabanaran pun bagian dari anak Sungai Bengawan Semanggi serta peninggalan sejarah nya sudah sulit ditemukan, hanya bekas sungai yang dangkal dan sempit. Lain halnya dengan Bandar Semanggi dan Bandar Nusupan, kebesaran atau lebarnya sungai masih tampak lebar, bahkan beberapa penduduk sempat melihat ada beberapa patok kayu jati berukuran besar yang pada saat itu dipergunakan untuk pengikatan tali perahu atau kapal yang bersandar.
"Sumonggo, silakan saja pembaca bisa menterjemahkan sendiri, lebih tua kah Kampung Laweyan yang berada di sekitar awal abad 15 Kerajaan Pajang atau Kampung Semanggi serta Nusupan yang masuk wilayah jaman Kerajaan Majapahit, abad ke 13-14. Sejarahnya, dahulu warga Semanggi dan Nusupan, sering dibawa Ki Ageng Henis untuk tinggal di Kampung Batik Laweyan sebagai tenaga ahli perbatikan. Jelas bukan, tua an Kampung Laweyan atau Semanggi dan Nusupan?" urai GPH Puger.
Dahulunya, masih menurut penuturan Gusti Puger, sebelum ada wilayah Kabupaten Sukoharjo, Kampung Nusupan sudah ratusan tahun ada, sedangkan Kabupaten Sukoharjo berdirinya baru setahun setelah Indonesia Merdeka 1946. Kini Desa Nusupan masuk ke Kalurahan Kadokan, Grogol, Sukoharjo. Sedangkan Kampung Semanggi masuk kecamatan Pasar Kliwon, Solo. #Yan 1.
Thanks for reading Kampung Batik Laweyan Kampung Tertua di Kota Solo...? | Tags: Peristiwa Budaya
« Prev Post
Next Post »