Panembahan Senopati pendiri Dinasti Mataram Islam. Foto Ist
GUGAT news.com Sukoharjo
Kalau masalah kelahirannya di Laweyan Solo atau Demak, Danang Sutawijaya yang akhirnya begitu tumbuh dewasa menjadi pendiri Kerajaan Dinasti Mataram Islam dengan gelarnya sebagai Panembahan Senopati di Alas ( hutan) Mentaok pemberian Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir abad 15 silam kepada Ki Ageng Pemanahan ayahandanya Danang Sutawijaya setelah membantu mengalahkan Pangeran Haryo Penangsang, banyak orang tua warga masyarakat Laweyan kurang mengetahui.
Sardjono (69) warga asli Kampung Laweyan kepada GUGAT news yang belum lama ini menjumpai di Wedangan Masjid Laweyan, mengatakan jika dimungkinkan semua orang orang tua di Kampung Laweyan tidak mengetahui sama sekali akan kelahirannya Panembahan Senopati apa di Demak apa di Laweyan. Konon, kabarnya Danang Sutawijaya alias Panembahan Senopati pendiri Dinasti Mataram Islam di Kota Gede Jogjakarta itu Masa Kecilnya di Laweyan, Solo.
Akan halnya Sarun (75) warga Kidul Pasar Laweyan atau Selatan Pasar Laweyan yang ratusan tahun silam merupakan bagian dari Pasar Kerajaan Kasultanan Pajang, Sultan Hadiwijaya, mengungkapkan kalau masalah kelahirannya Danang Sutawijaya di Laweyan, Solo atau Demak, dirinya juga mengakui tidak tahu sama sekali. Hanya saja, dari Gelarnya sebagai Mas Ngabehi Lor Ing Pasar itu yang didengarnya cerita turun temurun.
Baik Sarjono maupun Sarun, banyak mendengarkan ceritanya turun tumurun dari orang orang tua di Laweyan, Danang Sutawijaya disebut sebagai Mas Ngabehi Lor Ing Pasar, karena memang tempat tinggal kedua orangtuanya Ki Ageng Pemanahan dan Nyi Sabinah itu ada di lor atau Utara Pasar Laweyan. Sehingga dijuluki sebagai Mas Ngabehi Lor Ing Pasar, Pasar Laweyan. Hanya saja, lokasi bekas rumah nya banyak pula yang tidak tahu secara persis nya.
" Kalau ceritanya dari orang orang tua di Laweyan secara turun temurun, Ki Ageng Pemanahan bersama Nyi Sabinah dan putranya, salah satu diantaranya Danang Sutawijaya alias Panembahan Senopati tinggal tak jauh dari tugu hitam sebagai tetenger jika 500 tahun lalu di perempatan tugu hitam itu merupakan Pasar Laweyan. Dari Tugu Hitam ke Utara 50 meter sampai jalan Dr Rajiman dahulunya jalan Laweyan, ke kanan 25 meter. Kini dipakai toko Obat Batik, ya disitulah Ki Ageng Pemanahan tinggal bersama keluarganya," tutur Sardjono.
Sedangkan Sarun mengatakan sedikit berbeda, hanya saja sama keberadaan lokasi rumah Ki Ageng Pemanahan, di pinggir jalan raya Dr Rajiman. Dari yang disampaikan Sardjono, sedikit bergeser ke arah timur lagi, tepatnya di gedung pertemuan Nikmat Rasa atau Cokro Sukarno. Bukan tanpa alasan, pasalnya kabarnya dahulu di belakang gedung pertemuan Nikmat Rasa itu ada rumah Istal atau kandang kuda milik Ki Ageng Pemanahan.
"Semua sudah berubah total area lokasi lor Ing Pasar Laweyan, sudah menjadi rumah rumah bangunan kuno yang jelas jelas juga sudah banyak mengalami renovasi dari sang pemiliknya yang kebanyakan putra putri dari mereka para pedagang dan saudagar batik Laweyan. Mungkin yang disebutkan Pak Sardjono juga benar, pastinya belum ada yang mengatakan secara meyakinkan jika dahulunya adalah rumah Danang Sutawijaya di Utara Pasar Laweyan," ujar Sarun tersenyum.
Menariknya, tidak jauh dari lokasi rumah Ki Ageng Pemanahan yang ada di Lor Pasar Laweyan itu juga tidak jauh dari rumah kediaman KH Samanhudi pendiri Sarekat Dagang Islam yang sekarang ini masuk di wilayah Kalurahan Sondakan, kecamatan Laweyan, Solo. Hanya saja peninggalan rumah Ki Ageng Pemanahan di abad 15 dan hilang bekasnya. Tidak demikian dengan bekas Rumah KH Samanhudi, abad 18 an hingga kini masih ada bekasnya. #Yan 1.
Thanks for reading Mas Ngabehi Lor Ing Pasar Masa Kecilnya Hidup Di Laweyan | Tags: Budaya
« Prev Post
Next Post »